Kekerasan dan pelecehan Seksual



Pada hakikatnya wanita diciptakan untuk dilindungi. Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria, bukan dari tulang kaki pria, sehingga pria tidak bisa seenaknya menginjak-injak wanita. Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria, di dekat tangan, agar bisa dilindungi. Dan di dekat hati, agar bisa dicintai, dikasihi dan disayangi dengan tulus. Sebagai kaum yang seharusnya melindungi wanita, tak pantas bila laki-laki bersikap acuh, kurang ajar, dan menodai harkat martabat seorang wanita. Karena bagaimanapun tuhan mengirimkan umatnya itu ke dunia, lahir melalui rahim seorang perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan membuat bangsa menjadi prihatin. Jumlah Kekerasan terhadap Perempuan yang tercatat ditangani lembaga pengada layanan meningkat setiap tahun. Apalagi di era modern seperti saat ini banyak sekali terjadi kejahatan terutama yang berhubungan dengan seksualitas terutama yang dilakukan kepada seorang wanita hingga hampir disetiap kasus pelecehan seksual wanitalah yang kebanyakan menjadi korbannya, dengan berkembangnya tehnologi juga banyak pengaruhnya terhadap perilaku pelecehan seksual, dan bahkan teknologi yang seharusnya sangat berguna bagi pendidikan bisa menjadi media utama pelecehan seksual, seperti halnya media internet.
Kekerasan terhadap perempuan memang merupakan bagian dari keseharian banyak perempuan dalam masyarakat Indonesia yang patriarkal. Budaya patriarkis telah mengungkungi cara berpikir dan bertindak, dengan tidak mengakomodasi keseteraaan jenis kelamin. Hubungan laki-laki dan perempuan menjadi hubungan sub koordinasi, dalam wujud dominasi laki-laki terhadap perempuan di berbagai sektor.
Pola kekerasan yang cukup menonjol pada tahun ini adalah kekerasa psikis dan seksual terjadi di tiga ranah yaitu keluarga atau relasi personal, komunitas dan negara. Korban KDRT yang cukup menonjol berdasarkan data Komnas Perempuan adalah kekerasan terhadap istri (99%). Dan usia korban cenderung lebih muda (dari kelompok usia 13-18 tahun, usia anak). Karakretistik usia pelaku sama dengan tahun sebelumnya. Dalam konteks gender, perempuan sering menjadi piahk yang dipersalahkan, dianggap lemah. Dalam posisi demikian, perempuan sering tidak mempunyai ruang yang sama luas dengan laki laki dalam memberikan pembelaan. Bahkan dalam kehidupan bermasyarakat perempuan  berulang kali diingatkan pada idealisasi masyarakat tentang perempuan yang semestinya lemah lembut, penuh cinta, setia dan patuh pada suami. Dalam penyelesaian konflik seringkali menonjolkan kekerasan berbasis gender yang mengabaikan hak hak korban. 
            Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban adalah bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab negara atas penegakan Hak Asasi Manusia. Keberadaan lembaga pelayanan yang terus bermunculan dari waktu ke waktu baik yang digagas oleh masyarakat maupun oleh pemerintah tidak berbanding lurus dengan ketersediaan dan penyiapan perangkat pendukung, baik dari sisi infrasruktur maupun sumberdaya manusianya termasuk anggaran. Situasi ini yang menjadi tugas pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan. Sehingga masyarakat bisa mengetahui sejauh mana perempuan mendapatkan perlindungan hukum.

PENGERTIAN PELECEHAN DAN KEKERASAN SEKSUAL
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelecahan seksual, alangkah baiknya kita mengetahui dulu apa itu pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender. Pelecehan seksual merupakan perilaku atau tindakan yang menganggu  melecehkan dan tidak diundang yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harga diri orang yang diganggunya.
Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.
Pelecehan seksual dapat berupa         :
  • Mencium (paksa), memegang tangan (sengaja ke arah seksual), genit, gatal ,centil     Memegang atau mendorong penis, dada.
  • Memegang atau menepuk bagian tubuh tertentu
  • Gerakan tubuh yang sok akrab dan menjurus terhadap hubungan seksual
  • Menatap bagian tubuh tertentu
  • SMS atau tulisan jorok yang menjurus terhadapa hubungan seksual
  • Lelucon yang menjurus dan merendahkan jenis kelamin Mungkin masih banyak lagi.

Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan.Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut adalah perempuan.
Gender adalah konstruksi sosial budaya atas jenis kelamin perempuan dan laki-laki.sesuatu yang dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu, kebutuhan dan budaya. Dicetuskan pertama kali oleh ann Oakley. Kekerasan berbasis gender bersumber ideology gender yang diyakini penyebab kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan.
Pelaku kekerasan seksual yang biasanya merupakan keluarga dekat, misalnya: teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan, dan sebagainya.Menurut data statistik kejahatan seksual WHO 1993, 60-78% pelaku tindak kekerasan seksual adalah orang yang dikenal korban. Dalam banyak kasus lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya mengantarkan korban ke suatu tempat.Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dsb baik siang maupun malam. Berikut ini saya akan memaparkan contoh kasus-kasus yang pernah terjadi :
Kasus pertama :
14 Pemerkosa dan Pembunuh Yuyun, Sadis! Teramat Sadis!
REJANG LEBONG – Polisi sudah membekuk 12 dari 14 pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun (14), siswi SMPN 5 PUT, warga Desa Kasie Kasubun, Padang Ulak Tanding (PUT), Rejang Lebong, Bengkulu. 
Dua dari 12 tersangka itu, Fe (18) dan Sp (16), warga Dusun 4 Desa Kasie Kasubun, Kecamatan PUT masih berstatus pelajar. 
Keduanya kakak kelas korban yang duduk di bangkus kelas III SMPN 5 Satu Atap PUT. Sedangkan 10 tersangka lainnya, De (19), To (19), Da (17), Su (19), Bo (20), Fa (19), Za (23), Al (17), Su (18) dan Er (16).
Sesuai pengakuan para tersangka, kejadian 2 April 2016 itu diawali pesta miras. “Dimana para tersangka yang awalnya De, Fe, Al dan Su membeli tuak dan meminumnya di rumah De. Tak lama muncul 8 tersangka lain bersama 2 pelaku yang buron, ikut pesta tuak. Setelah semuanya dalam kondisi mabuk, mereka pergi ke TKP (tempat kejadian perkara, red) dan melakukan perbuatan itu,’’ ujar Kapolres Rejang Lebong (RL), AKBP. Dirmanto, SH, SIK. 
Kapolsek PUT, Iptu. Eka Candra, SH, menambahkan, para tersangka minum tuak di rumah de sekitar pukul 11.30 WIB. 
Sekitar pukul 12.30 WIB, dalam kondisi mabuk 12 tersangka dan 2 pelaku yang saat ini masih buron, keluar dari rumah De duduk-duduk di tepi jalan perkebunan karet Desa Kasie Kasubun sekitaran TKP. Sekitar pukul 13.30 WIB, melintas korban berjalan kaki pulang dari sekolahnya. 
‘’Saat itulah muncul niat jahat tersangka. Bersama-sama mereka ini menyekap korban. Setelah mengikat tangan dan kaki korban, secara bergiliran para tersangka menyetubuhi korban. Bahkan ada tersangka yang sampai mengulang dua hingga tiga kali. Namun kami masih mendalami tersangka yang duluan memperkosa korban. Kalau dari pengakuan para tersangka, De yang pertama. Namun tersangka De membantah dan masih saling lempar,’’ tukas Eka. 
Bahkan sesuai keterangan tersangka lainnya, De juga yang pertama menyekap serta mengikat tangan dan kaki korban. Bahkan demi melancarkan aksinya itu, De sempat mencekik leher korban di saat menyetubuhi korban. 
Setelah masing-masing mendapat giliran, beberapa tersangka mengulang perbuatannya yang kedua secara bersamaan. Tidak hanya kemaluan, dubur dan mulut korban jadi pelampiasan. 
‘’Sesuai hasil visum dokter, bagian anus dan kemaluan korban sampai menyatu akibat ulah keji para tersangka. Dari visum dokter, korban diduga sudah meninggal saat perkosaan itu masih berlangsung,’’ tandas Eka. 
Usai menyetubuhi korban, De bersama tersangka lainnya menjatuhkan tubuh korban dengan cara menggelindingkannya ke tanah kebun karet yang posisinya tebingan curam. (sca/sam/jpnn)

Kasus Kedua :                            
Perekam video cabul yang melibatkan siswi SMP di Jakarta Pusat. Video pelecehan seksual menyebar di kalangan siswa SMP 4 di Jakarta Pusat.Video ini berisi pemaksaan lima siswi SMP kepada rekannya wanitanya dan seorang laki-laki adik kelasnya untuk beradegan seks. Kasus dugaan pelecehan ini muncul ketika salah seorang siswi SMP di Jakarta Pusat membuat laporan di Polres Jakarta Pusat pada Minggu (13/10) lalu. Saat itu siswi kelas IX itu mengaku dipaksa oleh salah orang temannya untuk melakukan seks oral kepada adik kelasnya yang masih duduk di kelas VIII. Adegan tersebut disaksikan dan direkam video oleh 5 orang perempuan lain yang juga merupakan teman seangkatan korban. Korban bahkan diancam dengan menggunakan senjata tajam jika menolak permintaan keenam temannya tersebut. Merasa terancam, korban terpaksa menuruti kemauan bejat teman-temannya itu.

Kasus ketiga :
Pembunuh Sadis yang Menancapkan Gagang Cangkul ke Kemaluan Korban Ditangkap
Minggu, 15 Mei 2016 22:27
Tribunnews.com
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA – Kekerasan seksual dan pembunuhan sadis terhadap kaum perempuan seolah menjadi tren. Kali ini menimpa Eno Fariah (18), seorang pekerja pabrik plastik PT Polyta Global Mandiri, di Kecamatan Kosambi, Tangerang. Ia ditemukan bersimbah darah dan tanpa busana di kamar mes perusahaan, Jumat (13/5) lalu.
Pembunuhan terhadap Enno tergolong sadis karena selain beberapa bagian tubuhnya babak belur, di bagian kemaluan korban tertancap gagang cangkul kurang lebih 60 cm. Penyebab kematian korban diduga karena kekerasan menggunakan gagang cangkul itu.
Polisi menangkap seorang pria berinisial A karena membawa ponsel milik korban di saku celananya. Namun A belum ditetapkan sebagai tersangka. Ia masih menjalani pemeriksaan intensif bersama dua orang pria lainnya.
Kasus pembunuhan yang menjadi pembicaraan di sosial media tersebut menarik perhatian Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti. Ia datang ke lokasi penemuan jenazah, Minggu (15/5), untuk memperdalam keterangan saksi saksi.
Krishna dan tim berkomunikasi dengan pihak pabrik tempat Eno bekerja. Setelah dari mes perempuan, Krishna menuju ke mes pekerja pria yang ada di depan mes perempuan. Ada sekira 20 karyawan laki laki, dan 22 orang karyawan perempuan.
"Satu orang diamankan karena membawa barang bukti handphone milik korban di kantong celananya. Satu orang ini masih dikembangkan secara detail," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono, Minggu.
Awi belum bisa menjelaskan kronologi pembunuhan itu. "Masih dikembangkan untuk menggali terus kemungkinan adanya pelaku lain," katanya.

DATA KASUS
Komnas Perempuan mencatat dalam kurun 13 tahun terakhir (1998 – 2010) kasus kekerasan yang dilaporkan mencapai 400.939 . Seperempatnya adalah kasus kekerasan seksual, yakni  93.960 kasus. Artinya,  setiap hari rata-rata ada 20 (19,80) perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Lebih 75% dari 93.960 kasus atau 70.115 kasus-kasus kekerasan seksual terjadi di ranah personal. Pelakunya adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban.
Selain itu, juga ada kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam ranah publik. Pelakunya, tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah ataupun perkawinan dengan korban -- berjumlah 22.284. Umumnya, pelaku kekerasan adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal. Juga,
Kekerasan seksual juga terjadi di ranah negara, mencapai 1.561 kasus. Ini  dilakukan aparatur negara dalam kapasitas tugas. Termasuk di dalamnya, ketika terjadi peristiwa kekerasan, aparat negara berada di lokasi kejadian, namun tidak berupaya menghentikan atau justru membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut, termasuk kekerasan seksual yang terjadi akibat kebijakan diskriminatif.
Dari total kasus kekerasan seksual sebanyak 93.960 kasus, hanya 8.784 kasus yang datanya terpilah. Sisanya, gabungan dari kasus perkosaan, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual.
Ada 5 jenis kekerasan seksual terbanyak:
1.perkosaan (4.845 kasus)
2.perdagangan perempuan utk tujuan seksual (1.359)
3.pelecehan seksual (1.049)
4.penyiksaan seksual (672)
5.eksploitasi seksual (342)

KATEGORI PELECEHAN SEKSUAL

 a.       Quid pro quo
Pelecehan seksual yang seperti ini adalah pelecehan seksual yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan otoritas terhadap korbannya, disertai iming-iming pekerjaan atau kenaikan gaji atau promosi
b.      Hostile work environment
Pelecehan seksual yang terjadi tanpa janji atau iming-iming maupun ancaman
Kategori pelecehan seksual menurut Nichaus
1).    Blitz rape yaitu pelecehan seksual yang terjadi sangat cepat, sedangkan pelaku tidak saling kenal
2).    Confidence rape yaitu pelecehan seksual dengan penipuan, hal ini jarang dilaporkan karena malu
3).  Power rape yaitu pelecehan seksual yang saling tidak mengenal, pelaku bertindak cepat dan menguasai korban, dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan yakin korban akan menikmati
4). Anger rape, yaitu pelecehan seksual dimana korban menjadi marah dan balas dendam.
5). Sadistie rape yaitu pelecehan seksual dengan ciri kekejaman atau sampai pembunuhan


MACAM-MACAM PELECEHAN SEKSUAL

1.Pelecehan seksual dengan orang yang kita kenal
-  Pelecehan oleh suami/mantan suami
-  Pelecehan yang dialami seorang wanita oleh pacar/mantan pacar
-  Pelecehan seorang wanita oleh teman kerja atau atasan
-  Pelecehan seksual pada anak-anak oleh anggota keluarga
2.Pelecehan seksual dengan orang yang tidak dikenal
-  Pelecehan di penjara
-  Pelecehan saat terjadi perang
3.Pelecehan seksual dengan ketakutan, dimana akan terjadi kekerasan jika korban menolak
4.Pelecehan dengan iming-iming atau paksa, dimana pelaku memiliki otoritas pada korban
5.Pelecehan seksual mental, dengan menyerang harga diri korban melalui kata-kata kasar, mempermalukan dengan memperlihatkan pornografi

JENIS – JENIS KEKERASAN GENDER
Berbagai permasalahan kekerasan terhadap perempuan muncul, Semua perbuatan tersebut jelas telah melanggar UU No 39 tentang Hak Asasi Manusia. Hal ini sangat disayangkan mengingat Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Kenyataan menunjukkan bahwa berbagai aturan hukum yang sudah ada dan ditujukan bagi perempuan dan anak belum memadai. Berbagai kendala yang harus dihadapi sangat kompleks terutama ketika korban harus berhadapan di muka hukum. Bahkan ada kecenderungan tidak berpihak pada perempuan maupun anak sebagai korban.
1.      Kekerasan seksual dan psikis
            KDRT merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan. Data KDRT Komnas perempuan Tahun 2009 menunjukkan jumlah kekerasan terhadap istri (96% dari seluruh jumlah KDRT). sisanya mencakup kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan yang dilakukan oaleh mantan pacar, mantan suami dan kekerasab pekerjaan rumah tangga. KDRT bisa terjadi pada semua orang yang masih dalam lingkup satu rumah, dan kebanyakan korbannya perempuan dan anak-anak. Namun, banyak kasus KDRT yang tidah terungkap di muka hukum karena adanya banyak faktor, antara lain karena masyarakat tidak mengetahui bahwa kekerasan yang dialami bisa diproses di muka hukum, karena adanya ancaman oleh pihak tertentu sehingga menimbulkan rasa takut atau pun karena rasa malu jika kasusnya diketahui umum, apalagi jika yang terjadi adalah KDRT secara Psikis yang cenderung di abaikan dari pada KDRT secara fisik. Sehingga baru setelah terjadi kekerasan yang berakibat fatal baru dilaporkan. Perlu diketahui bahwa KDRT tidak hanya terjadi secara fisik saja, melainkan dapat berupa psikis, seksual atau pun ekonomi. Fakta di masyarakat menunjukkan masalah utama yang mendorong terjadinya KDRT adalah kurangnya komunikasi antar pihak dalam keluarga, terlebih jika sudah menyinggung masalah paling urgent yaitu ekonomi. Ditambah lagi jika suami atau anggota keluarga memiliki watak temperamental tinggi yang cenderung ringan tangan dalam menghadapi masalah. Di sinilah keadaan perempuan semakin tertindas, acap kali menjadi pelampiasan kemarahan suami. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai tindak pidana KDRT pun menjadi pemicu semakin tumbuh suburnya kekerasan yang cenderung mengintimidasi perempuan dan anak-anak tersebut. Sehingga perlu adanya sosilalisasi dan relisasi  UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Diharapkan korban KDRT segera melaporkan kepada instansi yang berwajib atau kepada lembaga-lembaga masyarakat terkait kasus yang menimpa mereka.
2.      Kekerasan diranah komunitas
Mencakup kekerasan seksual, eksploitasi seksuala anak, kekerasan tempat kerja, kekerasan yang terjadi terhadap pekerja imigran adan trafficking. Tempat kejadian beragam seperti tempat kerja, di tempat penampungan (PJTKI), di dalam kendaraan, ditempat-tempat umum lainnya dan masih banyak tempat lain. 
a.      Kekerasan yang berkaitan dengan negara
terjadi karena dilakukan oleh aparat negara atau yang terjadi karena kebijakan diskriminatif atau pengabaian yang dilakukan oleh negara dalam beragam bentuknya.
b.      Perempuan pekerja imigran
Mereka merupakan salah satu tulang punggung pendapatan negara dalam bentuk devisa yang dihasilkan berkontribusi sebagai penggerak ekonomi keluarga .BNP2TKI sebagai salah satu lembaga yang bertanggungjawab mengatur lalu lintas penempatam pekerja migrant dan menjamin perlindungan HAM pekerja migran, pada tahun 2009 menangani sekitar 7709 kasus. Persoalan tumpang tindih kebijakan dan wewenang antara depnakertrans dan BNP2P2TKI belum dapat terselesaikan. Persoalan yang mendasar yang belum menjadi pemerhati adalah perihal sistem pendataan. sehingga untuk mendapatkan data resmi yang komprehensif secara berkala mengenai jumlah penempatan, kasus hingga pemulangan yang sangat sulit didapatkan. Terkait perlindungan TKI UU yang mengatur Undang-Undang nomor 29/2009 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonensia (TKI). Tetapi dalam peraturan tersebut, lebih banyak mengatur mengenai penempatan TKI bukan perlindungan. Sehingga perlu direvisi.
c.       Perkawinan yang tidak dicatatkan
            Terkait Perkawinan diatur UU No 10 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sepanjang tahun 2009, Komnas Perempuan menerima pengaduan sebanyak 49 kasus yang berhubungan dengan perkawinan yang tidak dicatatkan. Padahal pencatatan perkawinan penting dilakukan oleh pengantin sebagian jaminan kepastian hukum perkawinannya sebagaimana diamanatkan pasal 2 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. kasus kasus tersebut menggambarkan bahwa kasus perkawinan tidak dicatatkan karena berbagai alasan, yaitu :
1.      Kebanyakan alasan menikah tanpa dicatatkan adalah “kemudahan” bagi suami untuk menikahi kembali perempuan lain, baik istri kedua, ketiga dan seterusnya.
2.      Mengatasi perkawinan antar agama
3.      Akibat dari perkawinan todak dicatatkan, amka proses perceraian tidak dapat dilakukan melalui proses peradilan. suami menceraikan istri berdalih agama, walaupun perkawinan mereka sudah dikarunia anak
4.      Perceraian terjadi karena suami tidak pulang ke rumah dan sulit dihubungi. kondisi ini menbuat status hukum istri tidak jelas baik terkait harta gono gini atau terkait hak pengurusan anak. Status hukum yang tidak jelas itu menyulitkan posisi mantan istri yang ingin menikah lagi karena tidak ada akta nikah atau cerai.
d.      Akses perempuan terhadap keadilan, layanan kesehatan dan pendidikan
            Pada bulan april 2009 Komnas Perempuan menerima surat dari OMS Samitra Abhaya kelompok Perempuan Pro-Demokrasi (SA-KPPD) yang meminta dukungan Komnas perempuan atas kasus dikeluarkan PCM seorang siswi SMKN 8 Surabaya. Korban dikeluarkan dari sekolah dan dilarang mengikuti UAN oleh pihak sekolah karena telah hamil 7 bulan. Korban dianggap telah melanggar norma pendidikan serta tata tertib sekolah. pihak sekolah menyarankan korban untyuk mengikuti kejar paket C, dimana korban menolak menerima rekomendasi tersebut.
            Kasus siswi hamil dalam masa sekolah bukanlah hal baru di Indonesia dan tindakan yang diambil oleh pihak sekolah hampir seragam, mengeluarkan siswi yang bersangkutan dari sekolah mereka dengan alasan melanggar tata tertib sekolah. Pelarangan siswi hamil untuk tetap bersekolah dan mengikuti ujian adalah melanggar Konvensi hak anak yang telah diratifikasi dan telah diundangkan dalam UU Perlindungan anak No 23 Tahun 2002. Selain itu perlakuan diskriminatif dan pelanggaran hak anak ini sesungguhnya juga melanggar Convention on the Elimination of All from discrimination Against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Pengha[pusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
e.       Kekerasan oleh pejabat publik dan tokoh masyarakat
            Angka pelaporan kekerasan terhadap perempuan dengan pelaku pejabat publik atau tokoh masyarakat terus muncul setiap tahunnya. Komnas perempuan meyakini bahwa masih banyak korban yang diam atau menutup mulut karena penanganan korban untuk kasus seperti itu belumlah terbangun, sehingga koeban memilih untuk bungkam. Sementara di pihak pelaku dan ataun institusi di mana pelaku bekerja, termasuk juga reaksi masyarakat ditemui pola pengingkaran, pengabaian dan pembungkaman atas tuntutan korban, yang bermuara pada reviktimisasi dan jauhnya penyelesaian kasus dari keadilan.
f.       Kekerasan Media : reality show rentang konflik dalam hubungan intim
            Maraknya tayangan reality show yang menampilkan konflik hubungan intim. di satu sisi bisa dilihat sebagai asalah satu keberhasilan upaya gerakan permpuan di Indonesia dalam mengavodkasi persoalan KDRT . Keberadan UU No 23 tahun 2004 membuat masyarakat melek terhadap persoalan ini. Masyarakat mulai memandang bahwa membicarakan persoalan kekerasan dalam hubungan intim seperti kasus KDRT buaknlah tabu dan dilarang. Dalam konteks bhubunhn gender dalam acara tersebut perempuan sering menjadi pihak yang dipersalahkan. dalam posisi yang dipersalahkan, peremouan sering tidak memiliki ruas yang sama luas dengan laki laki dalam memberikan pembelaan. Dalam upaya penyelesain konflik acara reality show justru menonjolkan unsur kekerasan berbasis gender yang mengabaikan hak hak korban, termasuk dalam menyalahkan korban. Mengingat komitmen  negara Indonesia untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Maka  Komnas perempuan mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk ikut mengawasi muatan tayangan dengan menggunakan lensa keadilan gender. Media juga perlu memenuhi tanggungjawab sosialnya untuk melakukan pendidikan dan perubahan sosia; menuju tatanan masyarakat yang demokratis dan menjunjung HAM bagi semua dengan tidak menampilkan tayangan yang mengkerdilkan posisi dan peran perempuan, apalagi mempermasalahkan perempuan korban kekerasan.


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELECEHAN SEKSUAL

1.      Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik, karena bagamanapun aktivitas seks bisa menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan. Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.

2.      Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.
Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegosiasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan

3.      Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks, ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks.
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut.
Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.

4.      Faktor Harga Diri
Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.
Harga diri seksual dapat terganggu oleh beberapa hal antara lain: perkosaan, inses, penganiayaan fisik/emosi, ketidakadekuatan pendidikan seks, pengaharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut Purnawan (2004) yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:

a.         Faktor Internal
1)      Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.
2)      Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya
3)      Motivasi
Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Hersey & Blanchard cit Rusmiati (2001) perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang (pada gigolo/WTS)

b.      Faktor Eksternal
1)      Keluarga
Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang
2)      Pergaulan
Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.
3)      Media massa
Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi , dan perilaku lain sebagi manifestasi dari dorongan seksual yang dirasakannya.

DAMPAK  DARI  PELECEHAN SEKSUAL
  1. yang paling sering adalah ketidakberdayaan, kehilangan kontrol diri, takut, malu dan perasaan bersalah
  2. respon emosi korban terbagi menjadi dua, yaitu respon ekspresif  (ketakutan, kemarahan, gelisah, tegang, menangis terisak-isak) dan respon terkontrol (menyembunyikan perasaannya, tampil tenang, menunduk dan lembut)
  3. respon lain yaitu: mandi sebersih-bersihnya, pindah rumah, menambah pengamanan, membuang/menghancurkan benda yang berkaitan dengan pelecahan
  4. beberapa hari kemudian akan timbu memar/lecet pada bagian tubuh, sakit kepala, lelah, gangguan pola tidur, nyeri lambung, mual, muntah, nyeri pada daerah pacinela, gatal dan keluar darah pada vagina, marah, merasa terhina, menyalahkan diri sendiri, ingin balas dendam, takut akan penyiksaan diri dan kematian
  5. respon atau dampak jangka panjang : gelisah, mimpi buruk, phobia sendirian, merasa menjadi orang yang kotor dan menjijikkan, depresi, bahkan ada yang sampai menggunakan obat-obatan terlarang maupun ingin bunuh diri.
  6.  mengasingkan diri dari pergaulan. Perasaan ini timbul akibat adanya harga diri yang rendah karena ia menjadi korban pelecehan seksual, sehingga merasa tidak berharga, tidak pantas dan juga merasa tidak layak untuk bergaul bersama teman-temannya. Sementara dampak yang serius dari pelecehan seksual ujar Dra Hamidah MSi, adalah trauma.
HUKUM- HUKUM YANG MENGATUR  PELECEHAN SEKSUAL

Unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Apabila perbuatan tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual sebagaimana diatur dalam pasal percabulan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara umum (Lex Generalis) juga dapat dijadikan landasan dengan ancaman hukuman seperti yang diatur dalam Pasal pencabulan 289-299. Mengenai perbuatan cabul di tempat kerja, terutama bila dilakukan oleh atasan dapat kita temui ketentuannya dalam Pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
·         Pasal 289-296 tentang pencabulan
·         Pasal 295-298 dan 506 tentang penghubungan pencabulan
·         Pasal 286-288 tentang persetubuhan dengan wanita dibawaah umur
Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
 “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Undang- undang yang mengatur perlindungan anak dari kejahatan seksual
Ketentuan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (“UU Perlindungan Anak”) yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan yaitu antara lain Pasal 76D (persetubuhan dengan anak) dan Pasal 76E (pencabulan anak), sebagai berikut: 
Pasal 76D UU Perlindungan Anak:
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”
Pasal 76E UU Perlindungan Anak:
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

Hukuman dari perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
Pasal 81 UU Perlindungan Anak:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membuju k Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 82 UU Perlindungan Anak:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

HAL-HAL YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA TERJADI PELECEHAN SEKSUAL

1.  Katakan TIDAK dengan tegas tanpa senyum dan minta maaf
2.  Jika jiwa Anda terancam namun tidak berani melakukan perlawanan, cobalah untuk berteriak sekeras-kerasnya agar orang lain tahu adanya tindak pelecehan seksual. Teriak "maling" atau "copet" bisa dilakukan karena sulit untuk meneriakkan pelaku dengan julukan lain yang menjelaskan bahwa sang pelau melecehkan Anda
3. Jika Anda mempunyai keberanian untuk melawan pelaku pelecehan seksual, cobalah mencolok atau melukai matanya dengan tangan kosong atau dengan benda apa pun yang ada di sekitar Anda, misalnya menyemprotnya dengan parfum atau minyak angin.
Jenis perlawanan lain yang bisa dilakukan adalah menyerang bagian kemaluan pelaku dengan cara menendangnya menggunakan lutut, telapak kaki; memukul menggunakan payung atau tas yang dibawa.
4. Jika anda mengenal si pelaku, cari informasi tentang si pelaku dan orang-orang sekitarnya
5.  Hubungi atasan atau pihak berwenang atau yang mempunyai kedudukan seperti  polisi/bosorang tua/tokoh agama/tokoh masyrakat dan jelaskan apa yang terjadi. 
Jika Anda tidak puas dengan keputusan komite penyelidikan yang berwenang (dalam organisasi Anda), Anda dapat naik banding ke Pengadilan Negeri. Jika Anda masih dirugikan oleh keputusan Pengadilan Negeri, Anda dapat membuat representasi kepada Gubernur untuk keadilan.
*Opsi banding yang tersedia bagi semua pihak yaitu, baik terdakwa dan korban dapat mengajukan banding atas keputusan.

USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA PELECEHAN SEKSUAL

Menghindari pelecehan dan kekerasan seksual pada anak
  • Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.
  • Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.
  • Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.
  • Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu ’benar’, dan semua orang mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.
  • Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam menceritakan tentang bagian tubuhnya dan menggambarkan kejadian dengan akurat.
  • Yakinkan anak bahwa orang dewasa yang melakukannya adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah benar.Orang tua harus bisa mengkontrol ekspresi emosional didepan anak.

Menghindari pelecehan dan kekerasan seksual pada diri sendiri
  • Menunjukkan sikap tegas terhadap segenap bentuk perilaku yang mencurigakan.
  • Selalu bersikap waspada dimanapun dan kapanpun.
  • Menghindari berjalan di tempat gelap dan sunyi.
  • Berpakaian dan menggunakan perhiasaan sewajarnya.
  • Sediakan selalu senjata di dalam tas, seperti misalnya korek api, deodoran semprot, semprotan merica dan sebagainya.
  • Jika pergi ke suatu tempat asing, bawa alamat lengkap, denah dan jalur kendaraan sehingga tidak terlihat bingung. Bertanyalah ke tempat-tempat resmi, seperti kantor polisi.
  • Jangan mudah menerima ajakan untuk bepergian atau menginap di tempat yang belum dikenal.
  • Jangan mudah menumpang kendaraan orang yang belum dikenal.
  • Berhati-hati jika diberi minum atau makan pada orang yang belum dikenal.
  • Pastikan selalu jendela, pintu kamar, rumah, mobil, sudah terkunci dengan baik.
  • Belajar beladiri praktis untuk mempertahankan diri ketika diserang.

      BANTUAN HUKUM KEPADA PARA KORBAN

Kegiatan pemberian bantuan hukum merupakan salah satu faktor penting dalam menegakkan hak asasi manusia dalam rangka menjaga dan menjamin tegaknya hak dan kewajiban untuk mewujudkan suasana tertib. Pengakuan terhadap HAM terkait dengan persamaan di muka hukum telah diatur dalam pasal 28D ayat 1 amandemen kedua UUD 1945, yang memberikan jaminan terhadap pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama, bagi setiap orang.
Bantuan hukum adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan dengan jalan memberikan pembelaan hukum kepada Pimpinan, Satuan Organisasi, anggota masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk pembelaan secara langsung di muka sidang Pengadilan. Kegiatan dapat melibatkan pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam prakteknya lembaga bantuan hukum tidak saja berurusan dengan soal-soal di meja hijau pengadilan, tetapi juga tidak dapat mengelakkan diri untuk menangani pula masalah masalah penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dari badamn atau pejabat pemerintah sendiri, bahkan juga oleh yang lazim disebut sebagai oknum “alat negara”.
Adanya program bantuan hukum juga merupakan bagian yang terpenting dari rekognisi dan perlindungan hak asasi manusia. Pemberian bantuan hukum yang dimaksud disini adalah yang khusus diberikan kepada kaum miskin dan buta huruf. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari program bantuan hukum kepada kaum miskin dan buta huruf adalah untuk terwujudnya akses keadilan (access to justice) yang merata. Pemberian bantuan hukum tersebut antara lain :
1.      Komnas Perempuan
            Adanya Komnas Perempuan adalah sebagai bentuk perwujudan institusi HAM yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu isu hak-hak perempuan sebagai HAM. Mandat utama Komnas HAM adalah mengupayakan adanay kebijakam yang melindunhi perempuan. Komnas perempuan bukan merupakan lembaga yang menerima dan menangani langsung korban kekerasan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh organisasi pendamping korban. Ia memantau bagaimana kasus tersebut ditangani untuk memastikan lembaga penyedia layanan di pemerintah dan masyarakat memenuhi hak hak korban. Komnas Perempuan membangun mekanisme rujukan kasus dan membentuk unit rujukan untuk membantu korban yang mencari informasi secara langsung ke Komnas perempuan atau dengan melalui surat. Unit ini akan merujuk korban kepada lembaga penyedia layanan sesuai dengan kebutuhan korban. Komnas perempuan mengembangkan perangkat pendokumentasian kasus dan membentuk mekanisme pelapor khusus, yaitu seorang yang diberi mandat untuk mengembangkan mekanisme dan program komperhensif untuk menggali data dan informasi serta pendokumentasian pengalaman-pengalaman perempuan sehubungan dengan adanya kekerasan dan diskriminasi. Sejak tahun 2006, Komnas Perempuan telah memiliki standar formulir pengisian data. Data standar yang dipantau adalah tentang kondisi lembaga-lembaga pengada layanan, hambatan yang dihadapi dalam pencatatan, juga dalam pelayanan berbagai kasus. Formulir tersebut kemudian akan dievaluasi setiap tahun, dalam evaluasi setiap tahunnya Komnas perempuan mengeluarkan catatan tentang kekerasan tersebut. Tujuannya adalah selain mendapat masukan atas format formulir juga untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi antar lembaga.Angka pelaporan terus muncul setiap tahun. Namun, Komnas perempuan tetap meyakini bahwa masih banyak korban yang diam atau tutup mulut, karena penanganan korban baik dari aspek hukum, sosial maupaun kebijakan institusi untuk kasus seperti ini belumlah terbangun dengan baik. Terbukti ditemuinya pola pengingkaran, pengabaiaan.
            Mandat utama Komnas Perempuan adalah mengupayakan adanya kebijakan yang melindungi perempuan korban. Bersama dengan kelompok perempuan dan kelompok masyarakat lainnya. Komnas Perempuan telah berhasil mendorong terbentuknya UU No 23 Tahun 2004 tetntang KDRT dan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban. Komnas perempuan terus berupaya agar UU yang tersedia tersebut dapat diimplemmentasikan dan korban dapat mengakses perlindungan dan layanan sebagaimana diamanatkan dalam UU tersebut.

2.      Kelompok kelompok pemerhati perlindungan terhadap perempuan :
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Lembaga Hak Perempuan dan Anak (LPHP-A)
Aliansi Peduli Perempuan
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perempuan dan Keluarga (LBHK PEKKA)
Badan Keluarga berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Lembaga swadaya Masyarakat (LSM)
Badan Nasional Penempatan dan perlindungn Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Forum Komunikasi Buruh Migran Sepakat (FOKBURAS)
Unit Pelayanan peempaun dan anak (UUPA)
Forum Peduli Anak Atambua (FPPA)
Women crisis centre (WCC)
Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan (FPMPSS)
Pemerhari Buruh Migran Indonesia (PBMI)
Jarinan Lembaga Swadaya Masyarakat Penanggulangan Pekerja Anak Indonesia (JARAK)
Advokasi Pekerja Migran Indonesia (ABMI)
Lembaga Bantuan Hukum

Lembaga kajian untuk transformasi Sosial (LKTS)

** Sumber : data Komnas Perempuan

CARA MELAPORKAN PELECEHAN SEKSUAL PADA KEPOLISIAN

Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa.
Sehingga, apabila terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat bukti surat berupa Visum et repertum sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP dan Pasal 133 ayat 1 KUHAP.
Visum et repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.
Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, Hakim yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.
 Kesimpulan

Berbagai permasalahan kekerasan terhadap perempuan muncul, Kekerasan terhadap wanita  atau perempuan merupakan perbuatan melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM). Khusus kekerasan sebagai peristiwa pelanggaran hukum dewasa ini sudah menjadi suatu  fenomena  faktual dalam kehidupan masyarakat. Perlindungan hukum terhadap wanita perlu diberikan pada korban yang umumnya lemah  melawan laki-laki. Oleh karena itu diperlukan berbagai pembenahan hukum bagi korban kekerasan tersebut. Secara umum, negara harus mewujudkan komitmennya untuk pengahpusan kekerasan terhadap perempuan berbasis komunitas dan negara secara sistematis dengan perspektif hak asasi manusia dan perlindungan korban terutama perempuan.
Saran
Dari berbagai informasi yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan seksual sangat berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari beban mental yang diderita oleh korban,penyakit yang akan diderita oleh pelaku dan juga oleh korban dan lain sebagainya. Maka dari itu kita harus bisa menjaga diri dengan cara mendekat diri kepada yang Maha Kuasa,pertebal iman kita supaya kita selalu dilindungi-Nya.


0 komentar:

Posting Komentar