Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah Daerah Istimewa
setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak
di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.
Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas
satu kotamadya, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan,
dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi
3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan,
serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km.
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa
Yogyakarta yang terlalu panjang menimbulkan penyingkatan nomenklatur menjadi DI
Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta sering dihubungkan dengan Kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat sering disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta,
Jogjakarta. Walau secara geografis merupakan daerah setingkat provinsi terkecil
kedua setelah DKI Jakarta, Daerah Istimewa
ini terkenal di tingkat nasional, dan internasional, terutama sebagai tempat
tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali.
Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami beberapa bencana alam besar termasuk bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006, erupsi Gunung Merapi selama Oktober-November 2010, serta erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur pada
tanggal 13 Februari 2014.
Budaya Dasar Daerah Istimewa Jogjakarta
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible
(fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible
antara lain kawasan cagar budaya, dan benda cagar budaya sedangkan potensi
budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya
seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar
di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban
tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung
yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio, dan memberi spirit bagi
tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam
berseni budaya, dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya
yaitu Museum Ullen Sentalu, dan Museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum
internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam
kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%.
Berikut ini saya akan memaparkan budaya – budaya yang masih melekat erat
dan masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat jogja, meliputi :
1. Pakaian
2. Tarian
3. Lagu
4. Rumah adat
5. Upacara adat
6. Kesenian Tradisional
7. Cerita rakyat/ Legenda
8. Senjata Tradisional
I.
PAKAIAN
A.
Pakaian
Adat Tradisional
Sebagai salah satu kebutuhan pokok
manusia keberadaan pakaian dianggap sebagai alat atau sarana untuk melindungi
tubuh dari sengatan sinar matahari serta unsur pelengkap pada berbagai upacara
adat yang mengandang nilai tertentu. Keberadaan pakaian adat tradisional
memiliki fungsi yang cukup beragam meliputi fungsi religius, fungsi praktis
untuk menjaga kehangatan dan kesehatan badan, fungsi estetis sebagai penghias
tubuh agar kelihatan lebih cantik dan menarik, fungsi sosial yang mengandung
pembelajaran untuk menjaga kehormatan.
Pakaian Adat Laki-Laki
Dewasa
Secara keseluruhan seperangkat
pakaian tradisional yang dikenakan laki-laki yogyakarta terdiri atas tutup
kepala atau blangkon, surjan, kain batik atau jarik serta alas kaki.
Pakaian Adat Perempuan
Dewasa
Sedangkan pakaian yang dikenakan
oleh perempuan lazimnya berupa kebaya dengan tatanan rambut berbentuk sanggul
atau konde. Bahan kain yang dipakai untuk pembuatan pakaian adat yogyakarta
antara lain berasal dari bahan katun, bahan sutera, kain sunduri, nilon, lurik,
atau bahan-bahan estetis. Teknik pembuatannya ada yang ditenun, dirajut,
dibatik, dan dicelup. Sementara untuk kebaya sendiri kebanyakan menggunakan
bahan beludru, brokat, atau sutera.
Pakaian Adat Anak
Laki-Laki
Pakaian tradisional yang
diperuntukkan bagi anak laki-laki dikenal dengan nama kencongan. Pakaian ini
terdiri dari kain batik yang dikenakan dengan baju surjan, lonthong tritik,
ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok terbuat dari suwasa (emas berkadar
rendah).
Pakaian Adat Anak
Perempuan
Pakaian tradisional yang
diperuntukkan bagi anak perempuan dikenal dengan nama sabukwala padintenan.
Busana ini terdiri atas nyamping batik bermotif parang, ceplok, atau gringsing,
baju katun, ikat pinggang kamus yang dihiasi dengan hiasan bermotif flora atau
fauna, memakai lonthong tritik, serta mengenakan cathok dari perak berbentuk
kupu-kupu, burung garuda, atau merak.
Pakaian Untuk Putri Raja
Dalam kesehariannya busana yang
dikenakan untuk putri yang sudah dewasa dikenal dengan nama semekanan, yaitu
berupa kain penutup dada panjang yang lebarnya separuh dari lebar kain panjang
biasa. Busana ini terdiri dari kain (nyamping) batik, baju kebaya katun,
semekan tritik, serta perhiasan berupa subang, gelang, dan cincin. Untuk
tatanan rambut dibuat berbentuk sanggul tekuk polos tanpa hiasan. Sedangkan
busana harian bagi putri raja yang sudah menikah terdiri atas semekan tritik
dengan tengahan, baju kebaya katun, kain batik, sanggul tekuk polos tanpa
hiasan, serta dilengkapi dengan penggunaan perhiasannya berupa subang, cincin,
serta sapu tangan merah.
Busana Pengantin adat Jogja
Pada dasarnya,
untuk riasan pengantin yogyakarta terbagi menjadi 2, yaitu riasan Paes Ageng
dan Jogja Putri yang memiliki ciri khas tersendiri. Muncul nya bermacam tata
rias serta busana Pengantin gaya Jogjakarta bermula dari lingkungan kehidupan
para Priayi yang berarti orang yang berasal dari kerabat Keraton atau lapisan
masyarakat yang kedudukan nya terhormat. Fungsi dan tiap corak memang berbeda,
namun dewasa ini fungsi tersebut sering tidak dilaksanakan sebagai mana mesti
nya.
Corak Pengantin Paes
Ageng
Busana ini pada zaman dahulu
dikenakan oleh putra dan putri Sri Sultan pada upacara perkawinan di dalam
Keraton Ngayogyakarta yaitu pada saat upacara adat Panggih , namun pada
perkembangan nya, busana ini saat ini boleh di pergunakan oleh masyarakat umum.
Busana Pengantin Paes Ageng terdiri dari kain dodot/kampuh yaitu kain dengan
lebar 2 kali dari kain biasa serta dengan panjang kurang lebih 3,5 meter.
Tata Rias Paes Ageng memiliki ciri
khas, yaitu di bagian tepi cengkorongan diberi prada(serbuk emas), sanggul yang
dikenakan berupa gelung bokor yang terbuat dari irisan daun pandan yang di
tutup rangkaian melati. Pada daun telinga diberi sumping daun papaya yang
bagian tengahnya di olesi pidih dan prada, namun daun papaya ini bias di ganti
dengan sumping dari emas imitasi.
Corak Pengantin Jogja
Putri
Busana yang
dikenakan adalah sepasang busana Beludru dengan kain pengantin sebagai bawahan
nya, seperti motif Sidomukti, Sidoasih, Sidoluhur, Semen Romo,dll
Tata Rias pengantinWanita pada
corak Jogja Putri memiliki ciri khas, sanggul cemara, dengan di hias bunga
jebehan merah serta perhiasan satu buah cunduk mentul dan gunungan di atas
sanggul.
B. Batik
Batik adalah salah satu kerajinan
khas Indonesia terutama daerah Yogyakarta. Batik yogya terkenal karena
keindahannya, baik corak maupun warnanya. Seni batik sudah ada diturunkan oleh
nenek moyang, hingga saat ini banyak sekali tempat-tempat khusus yang menjual
batik ini. Perajin batik banyak terdapat di daerah pasar ngasem dan sekitarnya.
Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa:
“amba”, yang bermakna “menulis” dan “titik” yang bermakna “titik”.
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu
batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan
menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan
sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik
tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi,
serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah
ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 oktober 2009.
Jenis – jenis Batik
Menurut
teknik :
1. Batik tulis adalah
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan
batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
2.
Batik cap adalah
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap (
biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan
batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
3.
Batik lukis adalah
proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Jenis Batik Yogyakarta berasal dari warisan budaya pada zaman
kerajaan Mataram Kotagede ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma bertahta.
Perpecahan yang terjadi pada kerajaan Mataram tahun 1755 membuat kerjaraan ini
terbagi menjadi dua yakni Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kasultanan
Surakarta Hardiningrat. Busana kerajaan mataram saat itu tersebar di dua
kasultanan tersebut. Namun Kasultanan Surakarta akhirnya memutuskan untuk
membuat pola batik baru, sehingga semua busana kerajaaan
Mataram dipindahkan ke Kasultanan Yogyakarta.
Motif Batik Yogyakarta dan Maknanya
Motif Batik Pamiluto
Motif batik Pamiluto umumnya
dipakai ketika melangsungkan upacara pertunangan. Kata Pamilut berasal dari
kata Pamilut yang artinya perekat. Makna dari motif batik ini adalah agar
pasangan calon pengantin saling terikat sehingga mereka bisa menjaga hubungan
dengan baik sampai pada waktu pernikahan tiba.
Motif Batik Ciptoning
Batik Ciptoning biasa dipakai orang
ketika menghadiri acara-acara resmi. Motif batik Ciptong memberikan kesan
bijaksana bagi pemakainya, maka tidak heran jika filosofi dari batik Ciptong
yakni untuk memberi kesan bijak, sopan dan berwibawa.
Motif Batik Wahyu Tumurun Cantel
Baju batik dengan motif Wahyu
Tumurun Cantel merupakan jenis batik yang khsusus dipakai dalam acara tradisi
orang Jawa yaitu Temu Manten, atau pertemuan pengantin. Makna dari motif ini
adalah agar pengantin baru tersebut senantiasa mendapat anugerah Tuhan dan dikaruniai
keturunan yang soleh solehah.
Motif Batik Wahyu Tumurun
Baju batik jenis ini hampir sama
dengan motif sebelumnya, hanya saja batik motif ini lebih bersifat umum serta
dipakai oleh masyarakat baik acara formal maupun informal. Makna dibalik motif
batik yang satu ini juga tidak berbeda jauh yaitu agar pemakainya selalu
mendapat anugerah Tuhan yang maha esa.
Motif Batik Udan Liris
Bajua batik motif Udan Liris adalah
jenis batik daerah yang juga dikenanan khalayak umum. Filosofi dari batik Udan
Liris ialah agar orang yang memakainya terhindar dari mara bahaya dan hal-hal
buruk lainnya.
Motif Batik Truntum Sri Kuncoro
Truntum berasal dari bahasa Jawa
yang artinya menuntun. Motif Truntum Sri Kuncoro biasa dipakai oleh orang tua
pengantin saat acara Temu Manten berlangsung. Makna terkandung dari batik ini
adalah agar orang tua bisa menuntun anaknya dalam mengarungi bahtera rumah
tangga yang akan dijalaninya.
Motif Batik Sido Mukti Luhur
Motif Sido Mukti Luhur memiliki
kegunaan serta filosofi yang sama dengan motif Soko Rini. Sido Mukti artinya
kebahagiaan, dimana makna ini menggambarkan kebahagiaan calon ibu yang hendak
dikaruniai anak, selain itu ada juga motif batik Sido Asih Kemoda Sungging,
motif Prabu Anom Parang Tuding, Motif Parang Tuding.
II.
TARIAN
TARIAN
Tari Serimpi merupakan sebuah tarian klasik dari
Yogyakarta. Tarian ini ditampilkan oleh empat orang penari wanita yang cantik
dan anggun. Kata serimpi itu sendiri berarti empat. Namun ada juga Serimpi yang
ditarikan oleh lima penari yaitu pada Serimpi Renggowati. Selain berarti empat,
istilah serimpi juga dikaitkan dengan kata ‘impi’ yang berarti mimpi.
Maksudnya, seseorang yang melihat tarian ini mungkin akan merasa seperti berada
di alam mimpi.
Pertunjukkan
tarian Serimpi biasanya berlangsung selama ¾ jam sampai 1 jam. Komposisi empat
penari mewakili empat mata angin dan empat unsur dunia. Unsur dunia meliputi
grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Tari klasik ini
awalnya hanya berkembang di Kraton Yogyakarta. Menurut kepercayaan, Serimpi
adalah seni yang luhur dan merupakan pusaka Kraton. Dalam tarian ini, tema yang
disuguhkan oleh penari sebenarnya sama dengan tari Bedhaya Sanga. Tarian ini
menggambarkan pertentangan antara dua hal yaitu antara benar dan salah, nafsu
dan akal, dan benar dan salah.
Tari
Serimpi diperagakan oleh empat putri yang masing-masing mewakili unsur
kehidupan dan arah mata angin. Selain itu, penari ini juga memiliki nama
peranannya masing-masing yakni Buncit, Dhada, Gulu, dan Batak. Saat menarikan
Serimpi, komposisi penari membentuk segi empat. Bentuk ini bukan tanpa arti,
tetapi melambangkan tiang Pendopo yang berbentuk segi empat.
Kemunculan
tarian ini konon berasal dari masa Kerajaan Mataram ketika masa pemerintahan
Sultan Agung. Tari ini dianggap sangat sakral karena hanya dilakukan di
lingkungan Kraton untuk upacara kenegaraan dan peringatan naik tahta sultan.
Tahun 1775, Mataram pecah menjadi dua yakni Kesultanan Surakarta dan Kesultanan
Yogyakarta. Hal ini juga berdampak pada tarian ini. Walaupun inti tariannya
masih sama, namun Serimpi di Yogyakarta menjadi Serimpi Dhempel, Genjung, dan
Babul Layar. Sementara di Surakarta menjadi Serimpi Bondan dan Anglir Mendung.
Walaupun tarian ini sudah ada sejak lama, namun tarian tersebut baru diketahui
oleh publik sekitar tahun 70an karena begitu sakralnya tarian ini Kraton.
I.
KULINER
1. Bakpia
Siapa
tak mengenal bakpia? Camilan ini sudah melekat dan identik dengan Yogyakarta.
Bakpia merupakan kue yang terbuat dari adonan tepung terigu berisi kacang hijau
dan dimasak dengan cara dipanggang.
Bakpia
juga erat hubungannya dengan budaya Tionghoa. Dahulu, bakpia diisi dengan
daging babi, namun karena pengaruh Islam di Jawa, isi bakpia kemudian diganti
dengan kacang hijau yang telah dicincang dan diberi rasa manis dari gula.
Saat
ini, bakpia sudah mengalami banyak perkembangan. Berbagai varian rasa pun mulai
diciptakan guna menarik perhatian pembeli. Anda bisa membeli bakpia dengan rasa
durian, coklat, keju, kumbu hitam dan berbagai varian rasa lainnya. Bakpia
dapat dengan mudah Anda temui di kawasan Jalan Malioboro,
Pasar Beringharjo dan berbagai pusat oleh-oleh yang tersebar di Yogyakarta.
2. Yangko
Ini
dia kue moci khas Yogyakarta. Yangko memang mirip sekali dengan kue moci,
jajanan yang terbuat dari tepung beras ketan ini memiliki tekstur yang kenyal,
berisi kacang cincang dan rasanya manis legit persis kue moci. Yangko memiliki
penampilan yang sangat menarik, dengan bentuk kotak dan warna-warni cerah serta
taburan tepung. Satu kotak yangko umumnya berisi 30 buah dengan rasa yang
bervariasi.
Salah
satu produsen yangko yang populer di kota Yogyakarta adalah Yangko Pak Prapto.
Yangko Pak Prapto juga disebut sebagai yangko generasi pertama karena telah ada
sejak tahun 1921. Anda bisa menemukan Yangko Pak Prapto di Jalan Pramuka No.
82, Yogyakarta. Selain di sini, Anda juga bisa menemukan yangko dengan mudah di
segala penjuru kota.
3. Geplak
Yogyakarta
memang terkenal dengan kulinernya yang bercitarasa manis, termasuk untuk
camilannya. Salah satu yang patut Anda coba sekaligus bisa dijadikan oleh-oleh
adalah geplak.
Geplak
terbuat dari daging kelapa yang diiris tipis dan dimasak dengan campuaran gula.
Saat ini, geplak telah dimodifikasi sehingga tersedia dalam berbagai varian
rasa dan warna cerah menggoda. Geplak identik dengan rasanya yang sangat manis,
bahkan jika Anda meminum teh manis setelah menyantap geplak, teh yang Anda
minum akan terasa tawar.
4. Gudeg Kering
Gudeg
sebenarnya ada dua jenis, gudeg basah dan gudeg kering. Untuk dibawa pulang ke
kota asal, tentunya gudeg kering lebih cocok. Gudeg kering tak banyak berbeda
dari gudeg basah, hanya saja proses memasaknya membutuhkan waktu yang lebih
lama dan rasanya yang cenderung lebih manis dari gudeg basah. Gudeg kering bisa
bertahan sampai 3 hari, untuk penyimpanan lebih baik diletakkan di lemari es.
Salah
satu tempat yang menjual gudeg jenis ini adalah Gudeg Yu Djum yang terletak di
Jalan Kaliurang 5, Yogyakarta. Di sini, Anda bisa menyantap gudeg di tempat
atau memesan paket untuk di bawa pulang. Gudeg yang dibawa pulang biasanya
dikemas dalam besek atau kendil, sesuai keinginan Anda.
5. Coklat Monggo
Tak
perlu jauh-jauh ke Belgia untuk dapat merasakan sensasi nikmat coklat. Di
Yogyakarta, Anda bisa menikmati coklat Yogyakarta dengan cita rasa Belgia,
namanya Coklat Monggo.
Coklat
Monggo diolah dari biji coklat pilihan yang didapat dari Jawa, Sumatera
dan Sulawesi. Pemilik Coklat Monggo ini merupakan pria berkebangsaan Belgia,
sehingga ia tahu benar bagaimana cara meracik coklat yang tepat dan
menghasilkan rasa yang nikmat khas coklat di negerinya.
Meskipun
pemiliknya orang asing, Coklat Monggo tetap membawa unsur budaya Jawa. Hal ini bisa terlihat
dari namanya, ‘monggo’, yang dalam bahasa Jawa berarti ‘silakan’. Hal lainnya
terlihat dari kemasan coklat yang menampilkan gambar wayang. Selain itu, Coklat
Monggo juga sangat ramah lingkungan. Kemasannya terbuat dari kertas daur ulang bersertifikat
yang aman untuk kemasan makanan.
LAGU
Campursari adalah musik tradisional
masyarakat jawa. Musik ini diperkirakan lahir pada dekade "60-an di daerah
Jawa Tengah. Musik campursasri dimainkan dengan alat musik gamelan yang terdiri
dari: Slenthem, Peking, Kendang, Gong, Bonang/tidak semua bagian, di tambah
suling. Untuk melengkapi khasanah musiknya, gamelan tersebut dipadukan dengan
alat musik modern seperti: gitar dan keyboard.
Pada awal kemunculan musik campursari sempat menimbulkan pertentangan dengan
pegiat kesenian yang lain. Hal ini dianggap menurunkan citra keagungan kesenian
tradisonal jawa yang terkenal dengan kebudayaan keratonnya yang adiluhung.
Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan sejumlah lagu, namun yang fenomenal adalah kutut manggung. Sayang karir musiknya meredup setelah dia mengidap stroke.
Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan sejumlah lagu, namun yang fenomenal adalah kutut manggung. Sayang karir musiknya meredup setelah dia mengidap stroke.
Setelah Manthous mulai menurun pamornya, muncul beberapa musisi campursari yang
terkenal kemudian. Nama-nama Didi Kempot, Sonny Joss, Cak Diqin sampai penyanyi
campursari baru seperti Soimah bergantian menghiasi blantika musik campursari.Perkembangan musik campursari sebagai musik rakyat kecil tak
lepas dari pengangkatan tema yang simple dan dekat dengan masyarakat kecil.
Karena itu tak jarang Campursari diidentikkan dengan musiknya kaum
marjinal/rakyat jelata. Tema yang diangkat untuk lagu campursari mulai dari
cinta dan kesedihan, tentang wong cilik, tentang menikmati hidup. Tak heran
kenapa musik ini begitu merakyat dan hampir selalu hadir di acara-acara hajatan
rakyat biasa.
Dalam prakteknya musik campursari cenderung menggunakan bahasa sehari-hari
untuk bahasa lagunya. Tidak seperti langgam jawa yang menggunakan bahasa
kesusatraan jawa, Campursari menggunakan bahasa umum di masyarakat atau
istilahnya bahasa pasaran. Sehingga bagi kita yang mendengarkan lagu campursari
tidak harus berpikir terlalu dalam untuk mengetahui makna dari lagu tersebut.
Selain itu lagu campursari banyak sekali mengangkat kisah hidup wong cilik.
Kisah bagaimana susahnya rakyat kecil mencari kerjaan, memenuhi hajat hidupnya.
Ataupun bagaimana dalam sebuah lagu kita bisa menangkap kesan kesederhanaan
yang terpancar di dalamnya seperti contohnya lagu Kuncung yang dinyanyikan Didi
Kempot.
Dalam lirik lagu campursari kadang juga kita temukan kesederhanaan pola pikir dengan bahasa yang gamblang. Semisal syair lagu "aku milih liyane, ora sudi milih kowe, nganggur ora nyambut gawa, paling2 dadi kere” syair lagu ini artinya sangat sederhana, Aku memilih yang lain, gak mau memilih kamu, pengangguran yang tak punya kerjaan. Simple memandang sesuatu banget.
Dalam lirik lagu campursari kadang juga kita temukan kesederhanaan pola pikir dengan bahasa yang gamblang. Semisal syair lagu "aku milih liyane, ora sudi milih kowe, nganggur ora nyambut gawa, paling2 dadi kere” syair lagu ini artinya sangat sederhana, Aku memilih yang lain, gak mau memilih kamu, pengangguran yang tak punya kerjaan. Simple memandang sesuatu banget.
Lagu Campursari juga sering bercerita tentang kisah
cinta yang mendayu-dayu. Seperti nampak pada syair lagu sewu kutha " Sewu kutha uwes tak
liwati, Sewu ati tak takoki, Nanging kabeh podo ra ngerteni, lungamu nang endi' pirang
tahun anggonku nganteni, semono rung bisa nemoni" yang
artinya Seribu kota telah kulewati, Seribu hati telah kutanya, Tapi semua tiada
yang tahu, Pergimu ke mana, Entah berapa tahun kumenanti, Sampai sekarang belum
bisa menemukan. Sangat sederhana dan gampang mencerna kalimatnya kan.
·
Ciri-ciri campursari
- Musik
khas daerah Jawa Tengah
- Menggunakan
alat-alat musik tradisional
- Bahasa
yang di gunakan bahasa sehari-hari
- Nadanya
sederhana
- Musik
campursari mengangkat kisah hidup orang kecil
V.
RUMAH ADAT
RUMAH ADAT
Rumah bagi orang Jawa adalah salah satu kebutuhan pokok di samping pangan dan sandang (pakaian). Selama proses mendirikan rumah yaitu mulai dari persiapan, penentuan tempat, pemilihan bahan bangunan, saat pengerjaan harus diseleksi dan diperhitungkan secara teliti. Menurut kepercayaan orang Jawa apabila perhitungan itu meleset bisa mengakibatkan hal-hal yang kurang baik bagi penghuninya.
Lokasi
rumah misalnya dicarikan yang letaknya strategis, keadaan tanah baik dan sumber
air (misal untuk sumur) cukup baik. Hal ini disebabkan orang Jawa mempunyai
kepercayaan ada jenis-jenis tanah yang kurang baik. Bahan bangunan sebisa
mungkin dicarikan yang berkualitas baik misal untuk kayu dipakai kayu jati.
Kayu inipun dipilih yang membawa pengaruh baik bagi penghuninya, karena ada
kayu yang menurut pertumbuhannya apabila dipakai sebagai bahan bangunan tidak
baik atau membawa pengaruh buruk. Untuk bambu menggunakan bambu petung, wulung
dan apus. Saat pengerjaan pun dicarikan hari baik berdasarkan hitungan Jawa.
Hal ini diuraikan cukup jelas dalam buku ini, mulai dari pengerjaan pondasi
sampai pemasangan atap. Termasuk juga sesaji dan upacara yang diperlukan.
Apabila ada satu atau dua hal yang sebenarnya kurang baik tetapi tidak bisa
dihindari (misal kondisi dan lokasi tanah) untuk menghindari hal-hal yang
kurang baik orang akan membuat penolak bala terlebih dahulu.
Berdasarkan
sejarah perkembangannya bentuk rumah tinggal orang Jawa ada empat macam berdasarkan
bentuk atapnya, yaitu
1. Rumah Adat
Panggangpe
Panggang
artinya dipanaskan di atas bara api. Sedangkan pe berati dijemur. Rumah
panggang Pe merupakan bangunan kecil yang terdiri dari sebuah atap dengan empat
buah tiang atau lebih yang di atasnya biasanya dipergunakan untuk menjemur
barang-barang.
2. Rumah Adat
Kampung
Merupakan
rumah dengan denah empat persegi panjang, bertiang empat dengan dua buah atap
persegi panjang pada sisi samping atas ditutup dengan tutup keyong. Rumah ini
kebanyakan dimiliki oleh orang kampung atau orang jawa menyebutnya desa.
3. Rumah Adat
Limasan
Dinamakan
Limasan, karena jenis rumah tradisional ini mempunyai denah empat persegi
panjang atau berbentuk limas. Rumah bentuk limasan yang sederhana terdiri dari
empat buah atap, terdiri dua buah atap bernama kejen atau cocor
serta dua buah atap bernama bronjong yang berbentuk jajaran genjang
sama kaki. Kejen berbentuk segi tiga sama kaki seperti enam atap keyong, namun
memiliki fungsi yang berbeda. Pada perkembangan selanjutnya rumah limasan
diberi penambahan pada sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper.
4. Rumah Adat
Joglo
Rumah
Joglo yang memakai dua buah pengeret dan dua buah tiang (saka) guru diantara
dua buah pengeret. Biasanya dua buah tiang tadi diganti dengan tembok sambungan
dari beteng kebanyakan rumah bentuk ini dipakai sebagai regol (gapura).
Susunan
ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional ini tergantung pada besar
kecilnya rumah, fungsi ruangan dan kebutuhan keluarga. "Panggangpe"
adalah bentuk rumah dengan susunan ruangan yang paling sederhana sedangkan
bentuk "joglo" mempunyai susunan ruangan yang lebih banyak.
Untuk
bangunan tempat ibadah (langgar dan masjid) arsitektur tradisionalnya berbentuk
"tajug". "Tajug" ini mirip "joglo" hanya atapnya
tidak berbentuk " brunjung" seperti atap "joglo" tetapi
lancip atau runcing. Jenis "tajug" ada beberapa diantaranya
"tajug lawakan", "tajug lambang gantung" dan "tajug
mangkurat".
Ragam
hias adalah salah satu hal yang tidak terlupakan dalam arsitektur tradisional.
Ragam hias tersebut dari yang sederhana sampai yang rumit. Fungsi ragam hias
adalah untuk memberi keindahan pada bangunan dan juga prestise bagi pemiliknya.
Ada beberapa ragam hias yaitu ragam hias flora (tumbuhan), fauna (binatang),
alam serta agama (kepercayaan). Ragam hias flora diantaranya
"lung-lungan", "saton" dan "tlacapan". Ragam hias
fauna diantaranya "kemamang", "peksi garuda" dan
"mirong". Ragam hias alam diantaranya "gunungan",
makutha" dan "mega mendhung". Ragam hias agama (kepercayaan)
diantaranya "mustaka",dan semacam "kaligrafi". Untuk bahan
bambu hiasannya berupa bentuk-bentuk anyaman.
2. Tradisi Nguras Enceh
I.
UPACARA
ADAT
1. Saparan Bekakak
Upacara adat saparan bekakak merupakan ritual yang
sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam pada masa pemerintahan Sultan
Hamengku Buwono I.
Ritual yang digelar sebagai bentuk permohonan
keselamatan warga Gamping ini disebut Saparan Bekakak karena dalam pelengkap
upacaranya terdapat sepasang pengantin boneka bekakak yang disembelih sebagai
simbol persembahan. Yang menarik dalam upacara ini, sepasang pengantin bekakak
akan diarak menuju tempat penyembelihan yakni Gunung Gamping dan Gunung Kiling.
2. Tradisi Nguras Enceh
Upacara Nguras Enceh atau mengganti air gentong adalah
tradisi yang dilakukan pada setiap sura khususnya pada hari Jumat Kliwon
bertempat di kompleks makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, Bantul.
Terdapat empat gentong yang akan dikuras
dalam acara ini. Keempatnya merupakan hadiah dari Kerajaan Palembang, Kerajaan
Aceh, Kerajaan Ngerum (Turki), dan Kerajaan Siam (Thailand) kepadaSultan
Agung (1613-1645) sebagai penguasa Kerajaan Mataram saat itu sebagai
tanda persahabatan.
Sebelum upacara ini digelar, dilakukan
Upacara Ngarak Siwur (Siwur = gayung air dari batok kelapa dengan tangkai
bambu) dengan arak-arakan prajurit menuju kompleks makan Raja-raja Imogiri.
Setelah itu, upacara nguras Enceh dimulai oleh abdi dalem Keraton Surakarta dan
Keraton Yogyakarta. Yang menarik air cidukan
dari gentong tersebut selalu diperebutkan warga karena dianggap memiliki tuah
tertentu.
3. Tradisi Cupu Panjala
Upacara ini digelar setiap pasaran Kliwon di
penghujung musim kemarau pada bulan Ruwah(kalender Jawa) bertempat di Desa
Mendak Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul.
Masyarakat mempercayai bahwa gambar yang terlihat
dalam lapisan kain mori pembungkus cupu merupakan ramalan peristiwa setahun ke
depan. Baik itu menyangkut keadaan sosial, perekonomian, lingkungan hidup,
bahkan dunia politik.
4. Tedhak Siten
Yaitu upacara
menginjak tanah yang pertama kali. Dilakukan bila anak berusia 7,8, atau 9
bulan bila anak sudah mulai berdiri. Perlengkapannya: sajen-sajen, air bunga
setaman, handuk, sabun, alat mandi, tangga (ondho) dari pohon tebu, alat-alat
tulis, uang, mainan, yang semua ini diletakkan di dalam kurungan (sangkar) yang
khusus dan dihias dengan bunga.
Jalannya upacara :
Setelah Sri Sultan
hadir, segera upacara di mulai dari do’a kyai pengulu. Selesai do’a, anak
beserta emban (Inang Pengasuh) masuk dalam kurungan. Anak dibimbing untuk
memilih benda-benda yang ada di dalam kurungan. Bila anak memilih uang, ia
dianggap kelak akan menjadi orang kaya. Kemudian sianak dibimbing untuk menaiki
tangga yang terbuat dari tebu. Selanjutnya si anak di mandikan dengan air
bunga. Setelah selesai, ibu dari si anak menyebar udhik-udhik, yaitu berupa
uang logam dan beras kuning.
Terkadang upacara ini
dilanjutkan dengan upacara Panggangan, yaitu anak menarik pisang saja dengan
jumlah lirang genap bertongkatkan ayam (ingkung) yang disunduk sebagai teken
saat berjalan yang pertama.
5. Supitan
Yaitu upacara sunatan,
Perlengkapannya antara lain : krobongan (ruang berbentuk segi empat ditutup
dengan kain sutra putih yang didalamnya ada sebuah kursi dan sajen-sajen).
Pakaian: kepala dengan songkok (bagi putera permaisuri) atau puthut, baju
bludiran tanpa lengan, kamus dan timang, kain pradan.
Jalannya upacara :
Setelah segalanya
siap, Sri Sultan memerintahkan kepada Narpa Cundhaka (ajudan) untuk memanggil
putera yang akan disunat. Dengan dibimbing oleh seorang Pangeran dan beberapa
orang pembawa alat perlengkapan yaitu kebut, ode kollonye, sapu tangan, minum
dan cengkal perak, ia langsung masuk kedalam krobongan untuk disunat. Namun
sebelumnya ia di do’akan terlebih dahulu. Begitu disunat, dihormati dengan
bunyi gamelan Kodhok Ngorek. Setelah selesai ia langsung caos bekti (sungkem)
kepada Sri Sultan. Setelah sungkem ia kembali ke Kasatriyan untuk beristirahat.
Dan upacara selesai.
6. Tetesan
Yaitu upacara sunatan
bagi perempuan. Dilaksanakan setelah menempuh usia 8 tahun.
Perlengkapannya antara lain: 2 buah krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
Perlengkapannya antara lain: 2 buah krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
Jalannya upacara :
Setelah segala
perlengkapan siap, Sri Sultan hadir dan memerintahkan kyai pengulu untuk
mendo’akan puteri yang akan disunat. Usai berdo’a, puteri dibopong oleh seorang
emban masuk dalam krobongan dan di sunat oleh seorang bidan. Setelah selesai
lalu ia dimandikan di krobongan yang lain dengan air bunga serta dirias dengan
busana berkain sabuk wala pradan. Selanjutnya ia caos bekti (sungkem) kepada
Sri Sultan.
7. Tarapan
Yaitu upacara yang
diadakan saat puteri menstruasi pertama.
Perlengkapannya antara lain: krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi, dan busana.
Jalannya upacara :
Perlengkapannya antara lain: krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi, dan busana.
Jalannya upacara :
Setelah semua siap,
Sri Sultan Hadir dan menyuruh kyai pengulu untuk berdo’a. Puteri dimandikan
dalam krobongan dengan air bunga. Setelah selesai ia dirias dengan menggunakan
pakaian kebesaran berupa pinjungan dengan kain batik pradan. Selanjutnya ia
sungkem kepada Sri Sultan, dan upacarapun selesai.
VII.
KESENIAN
TRADISIONAL
Ada banyak kesenian tradisional di Yogjakarta, Berikut ini beberapa
kesenian Yogyakarta yaitu:
1. WAYANG
Wayang dalam bentuk yang asli merupakan kreasi
budaya orang Jawa yang berisi berbagai aspek kebudayaan Jawa. Orang Jawa gemar
sekali menonton wayang karena ceritanya berisi pelajaran-pelajaran hidup yang
sangat berguna yang dapat dijadikan pedoman dan tuntunan di dalam menjalani
hidup di masyarakat, pementasan wayang selalu diiringi dengan musik gamelan.
2. LANGEN MANDRA WANARA
Langen Mandra Wanara yang merupakan kombinasi
antara berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama gamelan adalah salah
satu bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. Karakteristik tarian ini adalah
para penarinya berdiri dengan lutut atau jengkeng sambil berdialog dan
menyanyi. Cerita langen mandra wanara diambil dari kisah ramayana dengan lebih
banyak menampilkan tokoh kera.
3. KETOPRAK
Kethoprak adalah kesenian tradisional yang
penyajiannya dalam bahasa Jawa ceritanya bermacam-macam berisi dialog tentang
sejarah sampai cerita fantasi serta biasanya selalu didahului dengan tembang
Jawa. Kostum dan dandanannya disesuaikan dengan adegan dan jalan cerita serta
selalu diiringi dengan irama gamelan.
4. KARAWITAN
Musik gamelan tradisional Jawa yang dimainkan
oleh sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono dan Wiraswara.
5. JATILAN
Merupakan tarian yang penarinya menggunakan kuda
kepang dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan iringan beberapa
jenis alat gamelan seperti Saron, kendang dan gong.
6. SENDRATARI RAMAYANA
Salah satu sendratari yang terkenal
adalah sendratari Ramayana. Sendratari Ramayana mempunyai keistimewaaan
tersendiri karena ceritanya mengisahkan antara tokoh yang baik (ditokohkan oleh
Sri Rama) melawan tokoh jahat yang bernama Rahwana. Sendaratari Ramayana
dipentaskan di Panggung Terbuka di Candi Prambanan.
VIII.
CERITA
RAKYAT \ LAGENDA
Rara
Jonggrang
Rara Jonggrang (ejaan alternatif: Loro Jonggrang; Lara Jonggrang)
adalah sebuah legenda atau cerita rakyat populer yang berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta di Indonesia. Cerita ini mengisahkan cinta
seorang pangeran kepada seorang putri yang berakhir dengan dikutuknya
sang putri akibat tipu
muslihat yang dilakukannya. Dongeng ini juga menjelaskan asal mula
yang ajaib dari Candi Sewu, Candi Prambanan, Keraton Ratu Baka, dan arca
Dewi
Durga yang ditemukan di dalam candi Prambanan.
Rara Jonggrang artinya adalah "dara (gadis) langsing".
Konon di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang
bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang
subur dan makmur, dipimpin oleh Prabu Damar Maya. Ia berputra Raden Bandung
Bondowoso (Bandawasa) yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan kerajaan Baka
dipimpin oleh raksasa pemakan manusia bernama Prabu Baka. Ia
dibantu oleh seorang patih bernama Gupala. Meskipun berasal dari bangsa
raksasa, Prabu Baka memiliki putri cantik bernama Rara Jonggrang.
Untuk memperluas kerajaan, Prabu
Baka menyerukan perang kepada kerajaan Pengging. Pertempuran meletus di
kerajaan Pengging. Akibatnya, banyak rakyat Pengging tewas, menderita kelaparan,
dan kehilangan harta benda. Demi mengakhiri perang, Prabu Damar Maya
mengirimkan putranya untuk menghadapi Prabu Baka. Berkat kesaktiannya, Bandung
Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih Gupala
mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri, kembali ke
kerajaan Baka. Ketika sang patih tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan
kabar kematian Prabu Baka kepada Putri Rara Jongrang. Sang putri pun meratapi
kematian ayahnya.
Setelah kerajaan Baka jatuh ke dalam
kekuasaan Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton
Baka. Pada pertemuan pertamanya dengan Putri Rara Jonggrang, Bandung Bondowoso
langsung terpikat oleh kecantikan sang putri. Ia pun jatuh cinta dan melamar
sang putri, tetapi lamarannya ditolak, karena sang putri tidak mau menikahi
pembunuh ayahnya dan penjajah negaranya. Karena Bandung Bondowoso terus
membujuk dan memaksa, akhirnya sang putri bersedia dipersunting, namun dengan
dua syarat yang mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah pembuatan
sumur yang dinamakan sumur Jalatunda. Syarat kedua adalah pembangunan seribu
candi hanya dalam waktu satu malam. Bandung Bondowoso menyanggupi kedua syarat
tersebut.
Sang pangeran berhasil
menyelesaikan sumur Jalatunda berkat kesaktiannya. Setelah sumur selesai, Rara
Jonggrang berusaha memperdaya sang pangeran agar bersedia turun ke dalam sumur
dan memeriksanya. Setelah Bandung Bondowoso turun, sang putri memerintahkan
Gupala untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu. Akan tetapi, Bandung
Bondowoso berhasil keluar dengan cara mendobrak timbunan batu berkat
kesaktiannya. Bondowoso sempat marah, namun segera tenang karena kecantikan dan
bujuk rayu sang putri.
Kutukan Rara Jonggrang
Untuk mewujudkan syarat kedua, sang pangeran memanggil makhluk halus, jin, setan, dan dedemit dari perut Bumi. Dengan bantuan makhluk halus ini, sang pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Ketika Rara Jonggrang mendengar kabar bahwa seribu candi sudah hampir rampung, sang putri berusaha menggagalkan tugas Bondowoso. Ia membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi. Ia juga memerintahkan agar gundukan jerami dibakar di sisi timur. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke perut Bumi. Akibatnya, hanya 999 candi yang berhasil dibangun sehingga usaha Bandung Bondowoso gagal. Setelah mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Rara Jonggrang, Bandung Bondowoso amat murka dan mengutuk Rara Jonggrang agar menjadi batu. Sang putri berubah menjadi arca terindah untuk menggenapi candi terakhir.
Menurut kisah ini, situs Ratu Baka di dekat Prambanan adalah istana
Prabu Baka, sedangkan 999 candi yang tidak rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu, dan arca Durga
di ruang utara candi utama di Prambanan adalah perwujudan sang putri yang
dikutuk menjadi batu dan tetap dikenang sebagai Lara Jonggrang yang berarti
"gadis yang ramping".
Nyai
Roro Kidul
Kanjeng
Ratu Roro Kidul atau sering dikenal sebagai Nyi Roro Kidul
merupakan dewi dari dongeng Jawa terkenal sebagai Ratu Pantai Selatan,
(Pelabuhan Ratu). Suatu ketika pada masa Prabu Siliwangi memerintah di Kerajaan
Pajajaran, ia memiliki seorang permaisuri cantik dan sejumlah 7 selir. Suatu
ketika sang permaisuri melahirkan anak perempuan cantik pula, bahkan melebihi
kecantikan ibundanya. Ia dinamai Putri Lara Kadita yang berarti Putri Nan
Cantik Jelita.
Kebaikan
hati dan kecantikan Putri Kadita menimbulkan rasa iri para selir yang takut
tersisih dari hadapan Prabu Siliwangi.Mereka bersekongkol menghancurkan
kehidupan Putri Lara Kadita dan ibunya. Keduanya diguna-guna hingga menderita
sakit kulit yang parah di sekujur tubuhnya. Di bawah pengaruh guna-guna para
selir, Prabu Siliwangi pun mengusir keduanya dari keraton karena dikhawatirkan
mereka akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan.
Dalam
kondisi ini, Putri Lara Kadita dan ibunya pergi tanpa tujuan. Diceritakan, sang
permaisuri tewas dalam pengembaraan, sedangkan Putri Lara Kadita terus berjalan
menuju selatan sampai akhirnya tiba di sebuah bukit terjal di Pantai
Karanghawu. Karena amat kelelahan, Putri Lara Kadita istirahat kemudian
tertidur pulas. Dalam tidur ia bermimpi bertemu dengan “orang suci” yang
memberi nasihat agar sang putri menyucikan diri dengan terjun ke laut untuk
mendapatkan kesembuhan, mengembalikan kecantikannya, sekaligus memperoleh
kekuatan gaib untuk membalaspenderitaan yang dia alami.
Ketika
terbangun, tanpa ragu Putri Lara Kadita melompat dari tebing curam ke tengah
gulungan ombak, dan tenggelam ke dasar Laut Selatan. Mimpinya pun menjadi
kenyataan. Selain sembuh dan kembali cantik, ia juga memperoleh kekuatan gaib
serta keabadian. Namun, sang putri harus tetap tinggal di Laut Selatan.Sejak
itu ia disebut sebagai Nyi Loro Kidul (yang artinya loro = derita, kidul =
selatan), atau sang Ratu Penguasa Laut Selatan.
I.
SENJATA
TRADISIONAL
Di Yogyakarta pun kerus merupakan senjata tradisional
yang paling terkenal. Keris-keris itu diberi pula gelar-gelar kehormatan
seperti "Kanjeng Kyai Kpek" dan sebagainya.
Selain keris terdapat pula tombak sebagai benda pusaka. Benda-benda itu sangat dihormati dan diberi gelar kehormatan. Antara lain "Kajeng Kyai Ageng Plered", Kanjeng Kyai Ageng Baru", "Kanjeng Kyai Gadapan" dan "Kanjeng Ageng Megatruh".
Selain keris terdapat pula tombak sebagai benda pusaka. Benda-benda itu sangat dihormati dan diberi gelar kehormatan. Antara lain "Kajeng Kyai Ageng Plered", Kanjeng Kyai Ageng Baru", "Kanjeng Kyai Gadapan" dan "Kanjeng Ageng Megatruh".
"Kyai Plered" mempunyai sejarah tersendiri,
karena Untung Suropati berhasil menewaskan opsir Belanda Kapten Tack dengan
menggunakan "Kyai Plered" Oleh karena itu, tombak ini dianggap
keramat.
Ada pula tombak dan keris yang disebut Tosan Aji.
Tosan artinya besi dan Aji artinya dihormati karena bertuah. Benda-benda ini
biasanya dirawat baik-baik dan disimpan pada tempat-tempat khusus. Pada
saat-saat tertentu benda-benda itu dibersihkan dan dimandikan.
Kesimpulan :
Jenis kesenian di Indonesia banyak dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan. Tari Jawa dan Bali yang
terkenal misalnya, berisi aspek-aspek kebudayaan dan mitologi Hindu. Selain itu
yang cukup terkenal di dunia adalah wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis. bidang busana warisan budaya yang
terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan batik. Beberapa daerah yang terkenal
akan industri batik meliputi Yogyakarta, Solo, dan juga Pekalongan. Kebudayaan
Yogyakarta mempunyai ciri khas yang berbeda dan membuat kita penasaran dengan
hal-hal mistis yang ada di dalamnya. Bangunan-bangunan yang sangat mistis
seperti Keraton membuat orang banyak penasaran apalagi dengan Pantai Parang
Teritisnya.
Saran :
Indonesia
memiliki 33 provinsi dan yang baru saya paparkan hanyalah satu dari sekian
banyaknya provinsi di indonesia. Hal ini membuktikan betapa kayanya kebudayaan
di indonesia. Dari mulai segi pakaian tradisional hingga senjata tradisional
masing masing daerah punya ciri khasnya sendiri.
Alangkah baiknya,
para generasi muda untuk bisa melestarikannya. Tidak hanya sekedar mengetahui
tetapi juga harus mempelajari. Jika generasi muda saat ini tidak mau
melestarikannya, lalu siapa lagi?
Daftar
Pustaka :
0 komentar:
Posting Komentar